Regar Update :

Transesterifikasi Pembentukan Biodiesel

Sabtu, 08 Desember 2012

Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif yang berasal dari trigliserida. Trigliserida merupakan penyusun utama minyak nabati dan lemak hewani, sehingga dapat dikatakan bahwa biodiesel bisa dibuat dari sumber minyak nabati. Sumber minyak nabati ini bisa berupa minyak sawit, minyak kelapa, minyak biji jarak, dan lain-lain.
Rumus kimia trigliserida adalah CH2COOR-CHCOOR’-CH2COOR”, dimana R, R’, dan R” masing-masing adalah sebuah rantai alkil yang panjang. Ketiga asam lemak RCOOH, R’COOH dan R”COOH bisa jadi semuanya sama, semuanya berbeda ataupun hanya dua diantaranya sama.
Pada prinsipnya, pembuatan biodiesel didasarkan kepada proses transesterifikasi trigliserida menjadi metil ester (biodiesel). Dalam reaksinya terjadi penggantian gugus alkohol dari ester dengan alkohol lain. Pada umumnya, alkohol yang digunakan dalam proses transesterifikasi adalah metanol. Selain itu, untuk mempercepat terjadinya reaksi, digunakan pula katalis NaOH. Pada proses transesterifikasi ini dihasilkan juga gliserol yang menjadi produk samping dalam pembuatan biodiesel ini.
 
Secara umum proses transesterifikasi trigliserida dengan metanol untuk menghasilkan metil ester (biodiesel) digambarkan sebagai berikut:
Skema produksi biodiesel dari minyak nabati (trigliserida) melalui proses transesterifikasi dengan metanol menghasilkan gliserol dan biodiesel (metil ester)
 
Selain proses transesterifikasi, pembuatan biodiesel dari minyak jelantah ini juga melewati beberapa tahap lain yang dijelaskan sebagai berikut:
Faktor utama yang mempengaruhi rendemen metil ester yang dihasilkan pada reaksi transesterifikasi adalah rasio molar antara trigliserida dan alkohol, jenis katalis yang digunakan, suhu reaksi, waktu reaksi, kandungan air, dan kandungan asam lemak bebas. Besarnya kandungan asam lemak yang terkandung dalam trigliserida bergantung pada penggunaan minyak jelantah dalam penggorengan. Penggunaan minyak jelantah bekas penggorengan bahan makanan yang mengandung banyak lemak atau protein akan meningkatkan kandungan asam lemak dalam trigliserida yang akan mempengaruhi reaksi.
Selain itu, suhu yang terlalu tinggi pada saat proses transesterifikasi bisa menyebabkan minyak berbusa karena terjadi reaksi penyabunan yang disebabkan oleh NaOH yang bereaksi dengan minyak pada suhu tinggi. Umumnya suhu reaksi ideal pada transesterifikasi ini antara 50o-60oC. Selain itu, proses pemurnian dan penyaringan juga bisa mengurangi jumlah metil ester yang dihasilkan. Proses bleaching yang terlalu lama bisa menyebabkan minyak dan air teremulsi dan sulit dipisahkan karena antara asam lemak, minyak, dan air akan saling terikat.
Pada proses akhir (purifikasi) dimana metil ester dipanaskan, akan terjadi penguapan air dan sisa metanol yang tidak ikut bereaksi. Metanol dan air ini perlu dihilangkan untuk mencegah kerusakan mesin ketika proses pembakaran biodiesel dalam mesin. Metil ester yang baik memiliki pH netral (6-8). pH yang terlalu asam atau basa bisa menyebabkan kerusakan pada tangki bahan bakar apabila biodiesel ini digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel.

Contoh lain diagram pembuatan Biodiesel

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL DARI JARAK



PROSES PEMBUATAN BIODIESEL DARI KOPRA


PROSES PEMBUATAN BIODIESEL DARI CPO



Ada apa dengan gliserol karbonat? [3]
  
Struktur molekul gliserol karbonat
Untuk menaikkan status ekonomi dan fungsi gliserol sekaligus mengurangi kelebihan produksi, konversi menjadi akrolein, propilen glikol, 1,3-propanediol, asam gliserik, maupun gliserol karbonat adalah sekian cara yang telah dikembangkan. Khususnya gliserol karbonat (hydroxymethyl dioxolanone), senyawa turunan gliserol ini paling menarik perhatian karena memiliki kegunaan yang cukup beragam mulai dari elastomer, surfaktan, perekat, tinta, cat, pelumas, and elektrolit.  Senyawa ini juga merupakan zat antara (intermediet) penting dari polikarbonat, poliester, poliuretan, dan poliamide.
Sampai saat ini gliserol karbonat dibuat melalui reaksi gliserol dengan fosgen. Fosgen sebagaimana dibahas dalam tulisan lain pada blog ini [4], merupakan zat yang sangat beracun dan korosif sehingga proses tadi sangat jauh dari konsep kimia hijau. Oleh karena itu dipikirkan cara yang lebih hijau yaitu reaksi transesterifikasi gliserol dengan dialkil karbonat atau etilen karbonat menggunakan katalis basa, misalnya NaOH atau Na2CO3. Penelitian terkini banyak memusatkan perhatian pada optimasi sistem katalis yang semula berupa katalis basa homogen (larut bersama pereaksi) beralih menjadi katalis basa heterogen (tidak larut) dengan alasan kenyamanan proses pemisahan dan pendaurulangan.
Sintesa gliserol karbonat dari transesterfkasi gliserol dan dimetil karbonat
Upaya untuk mengembangkan proses yang lebih hijau juga dilakukan misalnya pada sintesa gliserol karbonat mulai dengan bahan baku gliserol, dan gas CO2 dikatalisis kompleks timah [5]. Rute satu tahap ini (bandingkan dengan transesterfikasi yang melibatkan proses penyiapan dialkil karbonat terlebih dahulu) walau tampak sangat menjanjikan tapi masih memerlukan penelitian lanjutan untuk mendapatkan katalis yang awet dan kondisi reaksi terbaik. Jika suatu saat nanti didirikan industri yang memproduksi biodiesel di Indonesia melalui jalur konvensional (FAME), tentu saja membuka peluang untuk juga mendirikan pabrik pengolahan gliserol yang terintegrasi.
 
Transesterifikasi gliserol dan dimetil karbonat menggunakan



Share this Article on :

0 komentar:

Posting Komentar

 

© Copyright GENIUS SIREGAR (Alumni PTKI Medan'10) 2010 -2011 | Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.