1. Bahan Bakar
Energi dari Matahari diubah
menjadi energi kimia dengan fotosintesa. Namun, sebagaimana kita ketahui, bila kita membakar
tanaman atau kayu kering, menghasilkan energi dalam bentuk panas dan cahaya, kita
melepaskan energi matahari yang sesungguhnya tersimpan dalam tanaman atau kayu melalui
fotosintesa. Kita tahu bahwa hampir kebanyakan di dunia pada saat ini kayu bukan
merupakan sumber utama bahan bakar. Kita
umumnya menggunakan gas alam atau minyak
bakar di rumah kita, dan kita
menggunakan terutama minyak bakar dan batubara untuk memanaskan air menghasilkan steam untuk menggerakan turbin untuk sistim pembangkitan
tenaga yang sangat besar. Bahan bakar tersebut – batubara, minyak bakar, dan gas alam – sering disebut sebagai bahan bakar
fosil. Berbagai jenis bahan bakar
(seperti bahan bakar cair, padat, dan gas) yang tersedia tergantung pada berbagai faktor seperti
biaya, ketersediaan, penyimpanan,
handling, polusi dan peletakan boiler, tungku dan
peralatan pembakaran lainnya. Pengetahuan mengenai sifat bahan
bakar membantu dalam memilih bahan bakar yang benar untuk keperluan
yang benar dan untuk penggunaan
bahan bakar yang efisien. Uji laboratorium biasanya digunakan
untuk mengkaji sifat dan kualitas bahan bakar.
2 JENIS-JENIS BAHAN BAKAR
Bagian ini menerangkan tentang
jenis bahan bakar: padat, cair, dan gas.
2.1 Bahan Bakar Cair
Bahan bakar cair seperti
minyak tungku/ furnace oil dan LSHS (low sulphur heavy stock)
terutama digunakan dalam penggunaan industri. Berbagai sifat
bahan bakar cair diberikan
dibawah ini.
2.1.1 Densitas
Peralatan Termal: Bahan Bakar dan
Pembakaran
Pedoman Efisiensi Energi untuk
Industri di Asia –
www.energyefficiencyasia.org
©UNEP 2
Densitas didefinisikan sebagai
perbandingan massa bahan bakar terhadap volum bahan bakar
pada suhu acuan 15° C.
Densitas diukur dengan suatu alat yang disebut hydrometer.
Pengetahuan mengenai densitas ini berguna untuk penghitungan kuantitatif dan pengkajian
kualitas penyalaan. Satuan
densitas adalah kg/m3
2.1.2 Specific gravity
Didefinisikan sebagai perbandingan berat dari sejumlah volum
minyak bakar terhadap berat
air untuk volum yang sama pada suhu tertentu. Densitas bahan bakar, relatif
terhadap air,
disebut specific
gravity. Specific gravity air ditentukan sama dengan 1.
Karena specific
gravity adalah perbandingan, maka tidak memiliki satuan.
Pengukuran specific gravity
biasanya dilakukan dengan hydrometer. Specific gravity
digunakan dalam penghitungan yang
melibatkan berat dan volum. Specific gravity untuk berbagai
bahan bakar minyak diberikan
dalam tabel dibawah:
Tabel 1. Specific gravity berbagai bahan bakar minyak
(diambil dari Thermax India Ltd.)
Bahan bakar Specific
Gravity
minyak L.D.O (Minyak
Diesel Ringan) 0,85 - 0,87
Minyak Tungku/ Furnace
Oil 0,89 - 0,95
L.S.H.S (Low Sulphur Heavy
Stock) 0,88 - 0,98
2.1.3 Viskositas
Viskositas suatu fluida merupakan ukuran resistansi
bahan terhadap aliran. Viskositas
tergantung pada suhu dan berkurang dengan naiknya suhu.
Viskositas diukur dengan Stokes /
Centistokes.
Kadang-kadang viskositas juga
diukur dalam Engler, Saybolt atau Redwood.
Tiap jenis minyak
bakar memiliki hubungan suhu –
viskositas tersendiri. Pengukuran
viskositas dilakukan dengan suatu alat yang disebut
Viskometer.
Viskositas merupakan sifat yang sangat penting dalam
penyimpanan dan penggunaan bahan
bakar minyak. Viskositas mempengaruhi derajat pemanasan awal yang
diperlukan untuk
handling, penyimpanan dan atomisasi yang memuaskan. Jika
minyak terlalu kental,maka
akan menyulitkan dalam pemompaan, sulit untuk
menyalakan burner, dan sulit dialirkan.
Atomisasi yang jelek akam mengakibatkan terjadinya
pembentukan endapan karbon pada
ujung burner atau
pada dinding-dinding. Oleh karena itu
pemanasan awal penting untuk
atomisasi yang tepat.
2.1.4 Titik Nyala
Titik nyala suatu bahan bakar adalah suhu terendah dimana
bahan bakar dapat dipanaskan
sehingga uap mengeluarkan nyala sebentar bila dilewatkan
suatu nyala api . Titik nyala untuk
minyak tungku/ furnace oil adalah 66
0
C.
2.1.5 Titik Tuang
Titik tuang suatu bahan bakar adalah suhu terendah dimana
bahan bakar akan tertuang atau
mengalir bila didinginkan dibawah kondisi yang sudah
ditentukan. Ini merupakan indikasi
yang sangat kasar untuk suhu terendah dimana bahan bakar
minyak siap untuk dipompakan.
2.1.6 Panas Jenis
Peralatan Termal:
Bahan Bakar dan Pembakaran
Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia – www.energyefficiencyasia.org ©UNEP
3
Panas jenis adalah jumlah kKal yang diperlukan untuk
menaikan suhu 1 kg minyak sebesar
10
C. Satuan panas jenis adalah kkal/kg0
C. Besarnya bervariasi
mulai dari 0,22 hingga 0,28
tergantung pada
specific gravity minyak. Panas jenis menentukan berapa banyak steam atau
energi listrik yang digunakan untuk memanaskan minyak ke
suhu yang dikehendaki. Minyak
ringan memiliki panas jenis yang rendah, sedangkan minyak
yang lebih berat memiliki panas
jenis yang lebih tinggi.
2.1.7 Nilai Kalor
Nilai kalor merupakan ukuran panas atau energi yang
dihasilkan., dan diukur sebagai nilai
kalor kotor/ gross calorific value atau nilai kalor netto/
nett calorific value. Perbedaannya
ditentukan oleh panas laten kondensasi dari uap air yang
dihasilkan selama proses
pembakaran. Nilai
kalor kotor/. gross calorific value
(GCV) mengasumsikan seluruh uap
yang dihasilkan selama proses pembakaran sepenuhnya
terembunkan/terkondensasikan. Nilai
kalor netto
(NCV) mengasumsikan air yang
keluar dengan produk pengembunan tidak
seluruhnya terembunkan. Bahan bakar harus dibandingkan
berdasarkan nilai kalor netto.
Nilai kalor batubara
bervariasi tergantung pada kadar
abu, kadar air dan jenis batu baranya
sementara nilai kalor bahan bakar minyak lebih
konsisten. GCV untuk beberapa jenis bahan
bakar cair yang umum digunakan terlihat dibawah ini:
Tabel 2. Nilai kalor
kotor (GCV) untuk beberapa bahan bakar minyak (diambil dari
Thermax India Ltd.)
Bahan bakar minyak
Nilai Kalor kotor (GCV) (kKal/kg)
Minyak Tanah -
11.100
Minyak Diesel - 10.800
L.D.O - 10.700
Minyak Tungku/Furnace - 10.500
LSHS - 10.600
2.1.8 Sulfur
Jumlah sulfur dalam bahan bakar minyak sangat tergantung
pada sumber minyak mentah dan
pada proses penyulingannya. Kandungan normal sulfur untuk
residu bahan bakar minyak
(minyak furnace) berada pada 2 - 4 %. Kandungan sulfur untuk
berbagai bahan bakar minyak
ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Persentase
sulfur untuk berbagai bahan bakar
minyak (diambil dari Thermax
India Ltd.)
Bahan bakar minyak
Persen sulfur
Minyak Tanah
0,05 – 0,2
Minyak Diesel
0,05 – 0,25
L.D.O 0,5
– 1,8
Minyak Furnace
2,0 – 4,0
LSHS < 0,5
Kerugian utama dari
adanya sulfur a dalah resiko
korosi oleh asam sulfat yang terbentuk
selama dan sesudah pembakaran, dan pengembunan di cerobong asap, pemanas awal udara
dan economizer. Peralatan Termal: Bahan Bakar dan
Pembakaran
Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia – www.energyefficiencyasia.org ©UNEP
4
2.1.9 Kadar Abu
Kadar abu erat kaitannya dengan bahan inorganik atau garam
dalam bahan bakar minyak.
Kadar abu pada
distilat bahan bakar diabaikan. Residu bahan bakar memiliki kadar abu yang
tinggi. Garam-garam tersebut mungkin dalam bentuk
senyawa sodium, vanadium, kalsium,
magnesium, silikon, besi, alumunium, nikel, dll.
Umumnya, kadar abu berada pada kisaran 0,03 – 0,07 %. Abu yang berlebihan dalam bahan
bakar cair dapat menyebabkan pengendapan kotoran pada
peralatan pembakaran. Abu
memiliki pengaruh erosi pada ujung burner, menyebabkan kerusakan pada refraktori pada
suhu tinggi dapat meningkatkan korosi suhu tinggi dan
penyumbatan peralatan.
2.1.10 Residu Karbon
Residu karbon memberikan kecenderungan pengendapan residu padat karbon pada
permukaan panas, seperti burner atau injeksi nosel , bila
kandungan yang mudah menguapnya
menguap. Residu minyak mengandung residu karbon 1 persen
atau lebih.
2.1.11 Kadar Air
Kadar air minyak
tungku/furnace pada saat
pemasokan umumnya sangat rendah sebab
produk disuling dalam kondisi panas. Batas maksimum 1%
ditentukan sebagai standar.
Air dapat berada dalam bentuk bebas atau emulsi dan dapat
menyebabkan kerusakan dibagian
dalam permukaan
tungku selama pembakaran terutama jika mengandung garam terlarut. Air
juga dapat menyebabkan percikan nyala api di ujung
burner, yang dapat mematikan nyala
api , menurunkan suhu nyala api atau memperlama
penyalaan.
Spesifikasi khusus bahan bakar minyak terlihat pada tabel
dibawah.
Tabel 4. Spesifikasi khusus bahan bakar minyak (diambil dari
Thermax India Ltd.)
Bahan Bakar Minyak
Karakteristik
Minyak Furnace
L.S.H.S L.D.O
Masa Jenis (g/cc
pada 150C)
0,89 - 0,95 0,88 -
0,98 0,85 - 0,87
Titik Nyala (0C)
66 93 66
Titik Tuang (0C)
20 72 18
G.C.V. (kKal/kg)
10.500 10.600 10.700
Endapan, % Berat
Max.
0,25 0,25 0,1
Total Sulfur, %
Berat, Max.
Sampai 4,0 Sampai 0,5
Sampai 1,8
Kadar Air, % Vol.
Max.
1,0 1,0 0,25
% Abu, Berat Max.
0,1 0,1 0,02
2.1.12 Penyimpanan Bahan Bakar Minyak
Peralatan Termal:
Bahan Bakar dan Pembakaran
Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia – www.energyefficiencyasia.org ©UNEP
5
Akan sangat berbahaya
bila menyimpan minyak bakar dalam tong.
Cara yang lebih baik
adalah menyimpannya dalam tangki silinder, diatas maupun
dibawah tanah. Minyak bakar
yang dikirim umumnya masih mengandung debu, air dan bahan
pencemar lainnya.
Ukuran tangki penyimpan
minyak bakar sangatlah penting.
Perkiraan ukuran penyimpan
yang direkomendasikan
sedikitnya untuk 10 hari konsumsi normal. Tangki penyimpan bahan
bakar untuk industri pada umumnya digunakan tangki mild
steel tegak yang diletakkan diatas
tanah. Untuk alasan
keamanan dan lingkungan, perlu dibuat dinding disekitar tangki
penyimpan untuk menahan aliran bahan bakar jika terjadi
kebocoran.
Pengendapan sejumlah padatan dan lumpur akan terjadi pada
tangki dari waktu ke waktu,
tangki harus dibersihkan
secara berkala: setiap tahun untuk bahan bakar berat dan setiap dua
tahun untuk bahan bakar ringan. Pada saat bahan bakar
dialirkan dari kapal tanker ke tangki
penyimpan, harus dijaga dari terjadinya kebocoran -kebocoran
pada sambungan, flens dan
pipa-pipa. Bahan
bakar minyak harus bebas dari pencemar seperti debu, lumpur dan air
sebelum diumpankan ke sistim pembakaran.
2.2 Bahan Bakar Padat (Batubara)
2.2.1 Klasifikasi Batubara
Batubara diklasifikasikan menjadi tiga jenis utama yakni antracit, bituminous, dan lignit,
meskipun tidak jelas pembatasan diantaranya. Pengelompokannya lebih lanjut adalah semi-
antracit, semi-bituminous,
dan sub-bituminous. Antracit merupakan batubara tertua jika
dilihat dari sudut pandang geologi, yang merupakan batubara keras, tersusun dari komponen
utama karbon dengan sedikit kandungan bahan yang mudah
menguap dan hampir tidak
berkadar air. Lignit merupakan batubara termuda dilihat dari
pandangan geologi. Batubara ini
merupakan batubara lunak yang tersusun terutama dari bahan
yang mudah menguap dan
kandungan air dengan kadar
fixed carbon yang rendah. Fixed
carbon merupakan karbon
dalam keadaan bebas, tidak bergabung dengan elemen lain. Bahan yang mudah menguap
merupakan bahan batubara yang mudah terbakar yang menguap
apabila batubara dipanaskan.
Batubara yang umum digunakan, contohnya pada industri di
India adalah batubara
bituminous dan sub-bituminous. Pengelompokan batubara India
berdasarkan nilai kalornya
adalah sebagai berikut :
Kelas Kisaran Nilai Kalor (dalam kKal/kg)
A Lebih dari
6200
B
5600
– 6200
C 4940
– 5600
D 4200
– 4940
E 3360 – 4200
F 2400
– 3360
G
1300 – 2400
0 komentar:
Posting Komentar