Regar Update :

Kotak Penelusuran

Followers

Transesterifikasi Pembentukan Biodiesel

Sabtu, 08 Desember 2012

Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif yang berasal dari trigliserida. Trigliserida merupakan penyusun utama minyak nabati dan lemak hewani, sehingga dapat dikatakan bahwa biodiesel bisa dibuat dari sumber minyak nabati. Sumber minyak nabati ini bisa berupa minyak sawit, minyak kelapa, minyak biji jarak, dan lain-lain.
Rumus kimia trigliserida adalah CH2COOR-CHCOOR’-CH2COOR”, dimana R, R’, dan R” masing-masing adalah sebuah rantai alkil yang panjang. Ketiga asam lemak RCOOH, R’COOH dan R”COOH bisa jadi semuanya sama, semuanya berbeda ataupun hanya dua diantaranya sama.
Pada prinsipnya, pembuatan biodiesel didasarkan kepada proses transesterifikasi trigliserida menjadi metil ester (biodiesel). Dalam reaksinya terjadi penggantian gugus alkohol dari ester dengan alkohol lain. Pada umumnya, alkohol yang digunakan dalam proses transesterifikasi adalah metanol. Selain itu, untuk mempercepat terjadinya reaksi, digunakan pula katalis NaOH. Pada proses transesterifikasi ini dihasilkan juga gliserol yang menjadi produk samping dalam pembuatan biodiesel ini.
 
Secara umum proses transesterifikasi trigliserida dengan metanol untuk menghasilkan metil ester (biodiesel) digambarkan sebagai berikut:
Skema produksi biodiesel dari minyak nabati (trigliserida) melalui proses transesterifikasi dengan metanol menghasilkan gliserol dan biodiesel (metil ester)
 
Selain proses transesterifikasi, pembuatan biodiesel dari minyak jelantah ini juga melewati beberapa tahap lain yang dijelaskan sebagai berikut:
Faktor utama yang mempengaruhi rendemen metil ester yang dihasilkan pada reaksi transesterifikasi adalah rasio molar antara trigliserida dan alkohol, jenis katalis yang digunakan, suhu reaksi, waktu reaksi, kandungan air, dan kandungan asam lemak bebas. Besarnya kandungan asam lemak yang terkandung dalam trigliserida bergantung pada penggunaan minyak jelantah dalam penggorengan. Penggunaan minyak jelantah bekas penggorengan bahan makanan yang mengandung banyak lemak atau protein akan meningkatkan kandungan asam lemak dalam trigliserida yang akan mempengaruhi reaksi.
Selain itu, suhu yang terlalu tinggi pada saat proses transesterifikasi bisa menyebabkan minyak berbusa karena terjadi reaksi penyabunan yang disebabkan oleh NaOH yang bereaksi dengan minyak pada suhu tinggi. Umumnya suhu reaksi ideal pada transesterifikasi ini antara 50o-60oC. Selain itu, proses pemurnian dan penyaringan juga bisa mengurangi jumlah metil ester yang dihasilkan. Proses bleaching yang terlalu lama bisa menyebabkan minyak dan air teremulsi dan sulit dipisahkan karena antara asam lemak, minyak, dan air akan saling terikat.
Pada proses akhir (purifikasi) dimana metil ester dipanaskan, akan terjadi penguapan air dan sisa metanol yang tidak ikut bereaksi. Metanol dan air ini perlu dihilangkan untuk mencegah kerusakan mesin ketika proses pembakaran biodiesel dalam mesin. Metil ester yang baik memiliki pH netral (6-8). pH yang terlalu asam atau basa bisa menyebabkan kerusakan pada tangki bahan bakar apabila biodiesel ini digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel.

Contoh lain diagram pembuatan Biodiesel

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL DARI JARAK



PROSES PEMBUATAN BIODIESEL DARI KOPRA


PROSES PEMBUATAN BIODIESEL DARI CPO



Ada apa dengan gliserol karbonat? [3]
  
Struktur molekul gliserol karbonat
Untuk menaikkan status ekonomi dan fungsi gliserol sekaligus mengurangi kelebihan produksi, konversi menjadi akrolein, propilen glikol, 1,3-propanediol, asam gliserik, maupun gliserol karbonat adalah sekian cara yang telah dikembangkan. Khususnya gliserol karbonat (hydroxymethyl dioxolanone), senyawa turunan gliserol ini paling menarik perhatian karena memiliki kegunaan yang cukup beragam mulai dari elastomer, surfaktan, perekat, tinta, cat, pelumas, and elektrolit.  Senyawa ini juga merupakan zat antara (intermediet) penting dari polikarbonat, poliester, poliuretan, dan poliamide.
Sampai saat ini gliserol karbonat dibuat melalui reaksi gliserol dengan fosgen. Fosgen sebagaimana dibahas dalam tulisan lain pada blog ini [4], merupakan zat yang sangat beracun dan korosif sehingga proses tadi sangat jauh dari konsep kimia hijau. Oleh karena itu dipikirkan cara yang lebih hijau yaitu reaksi transesterifikasi gliserol dengan dialkil karbonat atau etilen karbonat menggunakan katalis basa, misalnya NaOH atau Na2CO3. Penelitian terkini banyak memusatkan perhatian pada optimasi sistem katalis yang semula berupa katalis basa homogen (larut bersama pereaksi) beralih menjadi katalis basa heterogen (tidak larut) dengan alasan kenyamanan proses pemisahan dan pendaurulangan.
Sintesa gliserol karbonat dari transesterfkasi gliserol dan dimetil karbonat
Upaya untuk mengembangkan proses yang lebih hijau juga dilakukan misalnya pada sintesa gliserol karbonat mulai dengan bahan baku gliserol, dan gas CO2 dikatalisis kompleks timah [5]. Rute satu tahap ini (bandingkan dengan transesterfikasi yang melibatkan proses penyiapan dialkil karbonat terlebih dahulu) walau tampak sangat menjanjikan tapi masih memerlukan penelitian lanjutan untuk mendapatkan katalis yang awet dan kondisi reaksi terbaik. Jika suatu saat nanti didirikan industri yang memproduksi biodiesel di Indonesia melalui jalur konvensional (FAME), tentu saja membuka peluang untuk juga mendirikan pabrik pengolahan gliserol yang terintegrasi.
 
Transesterifikasi gliserol dan dimetil karbonat menggunakan



Pewarnaan Gram

Kamis, 06 Desember 2012

Mikroorganisme sulit dilihat dengan mikroskop cahaya, karena tidak mengadsorbsiatnupun membiaskan cahaya. Alasan inilah yang menyebabkan zat warna digunakan untuk mewarnai mikroorganisme karena zat warna mengadsorbsi dan membiaskan cahaya sehingga kontras mikroorganisme dengan lingkungannya ditingkatkan.

            Pewarnaan Gram merupakan pewarnaan diferensial yang bayak digunakan dalam laboratorium mikrobiologi guna pencirian don identifiknsi bakteri. Pewarnaan gram memilahkan bakteri menjadi kelompok Gram positif dam Gram negatif. Bakteri Gram positif berwarna ungu karena bnkteri tersebut mengiknt kompleks zat warna kristal ungu-iodium, sednngkan bakteri Gram negntif berwnrna merah karena mengikat zat warna sekunder yang berwarna  merah. Perbedaan hasil dalam pewarnaan ini disebabkan perbedaan struktur dinding sel bakteri don perbedaan kandungan asam ribonukleat antnara bakteri Gram positif don Gram negatif.

            Pewarnaan dengan zat warna yang mengandung yodium menyebabkan amilopektin berwarna biru atau keunguan, sedangkan glikogen berwarna merah kecoklatan atau merah keunguan. Dengan melakukan pewarnaan sangat memungkinkan kita untuk melihat bakteri dengan jelas, tetapi tidak dapat membedakan jenis-jenis bakteri yang berbeda dengan morfologi yang soma.
Bakteri memiliki beberapa bentuk yaitu basil (tongkat), kokos, dan spirilum. Bakteri yang berbentuk tongkat maupun kokus dibagi menjadi beberapa macam. Pada bentuk basil pembagiannya yaitu basil tunggal, diplobasil, dan tripobasil. Sedangkan pada kokus dibagi monokokus (satu buah bakteri berbentuk kotak), diplokokus, sampai sthapylococcus (bentukknya mirip buah anggur). Khusus pada spiral hanya di bagi dua yaitu setengah melengkung dan tidak melengkung. Bakteri juga dapat dibedakan melalui teknik pewarnaan gram. Teknik pewarnaan gram tersebut dapat menghasilkan warna merah dan ungu. Bakteri gram negative ditandai dengan pewarnaan ungu sedangkan yang positif berwarna merah (textbook, 2008). Hal ini bertujuan untuk memberikan warna pada bakteri pada akhirnya dapat di identifikasi dengan mudah, selain itu, ada endospora adalah organism yang dibentuk dalam kondisi yang stress karena kurang nutrisi, yang memiliki kemungkinan untuk tetap berlanjut dilingkungan sampai kondisi menjadi baik (ncbi, 2008).
Teknik pewarnaan gram haruslah sesuai prosedur karena dapat mengakibatkan kesalahan identifikasi data apakah gram positif atau gram negative sehingga diperlukan adanya praktikum ini dilakukan agar mengetahui  jalanya mekanisme pewarnaan gram. Pewarnaan Gram atau metode Gram adalah salah satu teknik pewarnaan yang paling penting dan luas yang digunakan untuk mengidentifikasi bakteri. Dalam proses ini, olesan bakteri yang sudah terfiksasi dikenai larutan-larutan berikut : zat pewarna kristal violet, larutan yodium, larutan alkohol (bahan pemucat), dan zat pewarna tandingannya berupa zat warna safranin atau air fuchsin. Metode ini diberi nama berdasarkan penemunya, ilmuwan Denmark Hans Christian Gram (1853–1938) yang mengembangkan teknik ini pada tahun 1884 untuk membedakan antara pneumokokus dan bakteri Klebsiella pneumonia. Dengan metode pewarnaan Gram, bakteri dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu bakteri Gram positif (berwarna ungu/biru) dan bakteri Gram negatif (berwarna merah).
Perbedaan dua kelompok bakteri ini didasarkan pada kemampuan sel menahan (mengikat) warna ungu dari kristal violet selama proses dekolorisasi oleh alkohol. Bakteri gram positif tidak mengalami dekolorisasi karena tetap mengikat warna ungu kristal violet dan pada tahap akhir pengecatan tidak terwarnai safranin. Bakteri gram negatif mengalami dekolorisasi oleh alkohol dan pada tahap akhir pengecatan terwarnai menjadi merah oleh safranin.
 Reaksi atau sifat bakteri tersebut ditentukan oleh komposisi dinding selnya. Oleh karena itu, pengecatan Gram tidak bisa dilakukan pada mikroorganisme yang tidak mempunyai dinding sel seperti Mycoplasma sp Contoh bakteri yang tergolong bakteri tahan asam, yaitu dari genus Mycobacterium dan beberapa spesies tertentu dari genus Nocardia. Bakteribakteri dari kedua genus ini diketahui memiliki sejumlah besar zat lipodial (berlemak) di dalam dinding selnya sehingga menyebabkan dinding sel tersebut relatif tidak permeabel terhadap zat-zat warna yang umum sehingga sel bakteri tersebut tidak terwarnai oleh metode pewarnaan biasa, seperti pewarnaan sederhana atau Gram.
Bakteri gram negatif memiliki 3 lapisan dinding sel. Lapisan terluar yaitu lipoposakarida (lipid) kemungkinan tercuci oleh alkohol, sehingga pada saat diwarnai dengan safranin akan berwarna merah. Bakteri gram positif memiliki selapis dinding sel berupa peptidoglikan yang tebal. Setelah pewarnaan dengan kristal violet, pori-pori dinding sel menyempit akibat dekolorisasi oleh alkohol sehingga dinding sel tetap menahan warna biru. Sel bakteri gram positif mungkin akan tampak merah jika waktu dekolorisasi terlalu lama. Sedangkan bakteri gram negatif akan tampak ungu bila waktu dekolorisasi terlalu pendek.

            Menurut Pelzar et al (2005), macam-macam pewarnaan antara lain pewarnaan sederhana yaitu dengan menggunakan larutan tunggal suatu pewarna pada lapisan tipis yang sudah di fiksasi. Pewarnaan differentsial yaitu prosedur pewarnaan yang menampilkan perbedaan diantara sel-sel mikroba atau bagian-bagian sel mikroba dari pewarnaan gram adalah teknik pewarnaan differensial digunakan untuk bakteri.

         Menurut Pratiwi (2009), stain merupakan gram-gram yang tersusun atas ion positif dan negative, yang salah satunya berwarna dan disebut kromofor (chromofor). Pewarnaan pada dasarnya adalah prosdur mewarnai mikroorganisme dengan menggunakan zat warna yang dapat menonjolkan strktur tertentu dari mikroorganisme yang ingin kita amati. Bakteri gram positif akan mempertahankan zat warna krisktal violet dan karenanya akan tampak bewarna ungu tua dibawah mikroskop. Adapun bakteri gram negates akan kehilangan zat Kristal violet setelah dicuci dengan alkohol dan sewaktu diberi zat pewarna tandingannya yaitu dengan zat warna air tochsin atau safranin akan tampak merah. Perbedaan warna ini disebabkan olh perbedaan struktur kimiawi dinding selnya.(wapedia,2010)


         Adakala suatu perlu diwarnai dua kali setelah zat warna yang pertama (ungu) terserap, maka sediaan dicuci dengan alkohol, kemudian ditumpangi dngan zat warna yang berlainan, yaitu dngan zat warna merah. Jika sediaan itu kemudian kita cuci dengan air lau dengan alkohol maka dua kemungkinan dapat terjadi. Pertama, zat tambahan terhapus, sehingga yang tampak ialah zat warna asli (ungu). Dalam hal ini sediaan (bakteri) kita sebut gram positif. Kedua zat warna tambahan (merah) bertahan hingga zat warna asli tidak tampak. Dalam hal ini sediaan (bakteri) jika kita katakana gram negatif (Dwioseputro, 1984)
Zat warna adalah senyawa kimia berupa garam-garam yang salah satu ionnya berwarna. Garam terdiri dari ion bermuatan positif dan ion bermuatan negatif. Senyawa-senyawa kimia ini berguna untuk membedakan bakteri-bakteri karena reaksinya dengan sel bakeri akan memberikan warna berbeda. Perbedaan inilah yang digunakan sebagai dasar pewarnaan bakteri. Sel-sel warna dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu asam dan basa. Jika warna terletak pada muatan positif dari zat warna, maka disebut zat warna basa. Jika warna terdapat pada ion negatif, maka disebut zat warna asam. Contoh zat warna basa adalah methylen blue, safranin, netral red, dan lain-lain. Sedangkan anionnya pada umumnya adalah Cl-, SO4 -, CH3COO-, COOHCOO. Zat warna asam umumnya mempunyai sifat dapat bersenyawa lebih cepat dengan bagian sitoplasma sel sedangkan zat warna basa mudah bereaksi dengan bagianbagian inti sel. Pewarnaan bakteri dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti : fiksasi, peluntur warna, substrat, intensifikasi pewarnaan dan penggunaan zat warna penutup. Pada bakteri gram positif menunjukkan warna biru ungu dan bakteri gram negatif berwarna merah.
Dalam pewarnaan gram diperlukan empat reagen yaitu :
1. Zat warna utama (violet kristal)
Mordan (larutan Iodin) yaitu senyawa yang digunakan untuk mengintensifkan warna utama.
2. Pencuci / peluntur zat warna (alcohol / aseton) yaitu solven organic yang digunakan uantuk melunturkan zat warna utama.
3.  Zat warna kedua / cat penutup (safranin) digunakan untuk mewarnai kembali sel-sel yang telah kehilangan cat utama setelah perlakuan denga alcohol.
Bakteri yang diwarnai dengan metode gram ini dibagi menjadi 2 kelompok, salah satu di antaranya, bakteri gram positif yang mempertahankan zat warna ungu Kristal dan karenanya tampak ungu tua. Kelompok yang lain, bakteri gram negatif, kehilangan ungu Kristal ketika dicucci dengan alkohol dan waktu diberi pewarna tandingan dengan warna merah safranin, tampak bewarna merah (Zubaidah,2006).
Bakteri Gram-negatif adalah bakteri yang tidak mempertahankan zat warna metil ungu pada metode pewarnaan Gram. Bakteri gram-positif akan mempertahankan zat warna metil ungu gelap setelah dicuci dengan alkohol, sementara bakteri gram-negatif tidak. Pada uji pewarnaan Gram, suatu pewarna penimbal (counterstain) ditambahkan setelah metil ungu, yang membuat semua bakteri gram-negatif menjadi berwarna merah atau merah muda. Pengujian ini berguna untuk mengklasifikasikan kedua tipe bakteri ini berdasarkan perbedaan struktur dinding sel mereka.
Pemberian kristal violet pada bakteri gram positif akan meninggalkan warna ungu muda. Perbedaan respon terhadap mekanisme pewarnaan gram pada bakteri adalah didasarkan pada struktur dan komposisi dinding sel bakteri. Bakteri gram positif mengandung protein dan gram negative mengandung lemak dalam persentasi lebih tinggi dan dinding selnya tipis. Pemberian alkohol (etanol) pada praktikum pewarnaan bakteri, menyebabkan terekstraksi lipid sehingga memperbesar permeabilitas dinding sel. Pewarnaan safranin masuk ke dalam sel dan menyebabkan sel menjadi berwarna merah pada bakteri gram negatif sedangkan pada bakteri gram positif dinding selnya terdehidrasi dengan perlakuan alkohol, pori – pori mengkerut, daya rembes dinding sel dan membran menurun sehingga pewarna safranin tidak dapat masuk sehingga sel berwarna ungu.

Perbedaan dasar antara bakteri gram positif dan negatif adalah pada komponen dinding selnya. Kompleks zat iodin terperangkap antara dinding sel  dan membran sitoplasma organisme gram positif, sedangkan penyingkiran zat lipida dari dinding sel organisme gram negatif dengan pencucian alcohol memungkinkan hilang dari sel. Bakteri gram positif memiliki membran tunggal yang dilapisi peptidohlikan yang tebal (25-50nm) sedangkan bakteri negative lapisan peptidoglikogennya tipis (1-3 nm).
Stuktur bakteri terbagi menjadi dua yaitu :
1.  Struktur dasar (dimiliki hamper semua jenis bakteri )
Meliputi : dinding sel, membrane plasma, sitoplasma, ribasom, DNA, dan granula penyimpanan.
2. Struktur tambahan (dimiliki oleh jenis bakteri tertentu)
Meliputi kapsul, flagellum, pilus, fimbria, klorosom, vakuola gas dan endospora
   Sthaplyococcus adalah bakteri gram-positif yang berbentuk bola.  Bakteri ini ada  yang berkoloni dan berbentuk seperti buah anggur. Pada tahun 1884, Rosenbach menjelaskan ada dua jenis warna staphlycoccus yaitu : sthapylococcus aureus yang berwarna kuning dan sthapylococcus albus yang berwarna putih. Beberapa karateristik yang dimiliki sthapylococcus aureus diantaranya hemolytic pada darah segar, catalase-oxidase-positif dan negatif, dapat tumbuh paa suhu erkisar antara 15 sampai 45 derajat dan lingkungan NaCl padakonsentrasi tinggi hingga 15 persen dan menghasilkan enzim coagulase.  Selin itu, biasanya s. aeureus merupakan pathogen seperti bisul, styes dan furunculosis beberapa infeksi (radang paru-paru, radang kelenjar dada, radang urat darah, meningitis, saluran kencing osteomyelitis dan endocarditis) serta menyebabkan keracunan makanan yaitu dengan melepaskan enterotoxins menjadi makanan sehingga menjadi toksik dengan melepaskan super antigens ke dalam aliran darah (kenneath, 2008)
   Menurut kenneath (2008), Escherichia coli termasuk dalam family Enterobacteraceae yang termasuk gram negative dan berbentuk batangyang fermentatif. E. coli hidup dalam jumlah besar di dalam usus manusia, yaitu membatu sistem pencernaan manusia dan melindunginya  darbakteri pantogen, akn tetap pada strain baru dari e. coli merupakan pathogen berbahaya yang menyebabkan penyakit diare dan sindrom diare lanjutan serta hemolitik uremic ( hus). Peranan yanag menguntungkan adalah dapat dijadikan percobaan limbah di air, indicator pada percemaraan air serta mendeteksi patoge pada feses manusia yang disebabkan oleh salmonella typi.( mikrolibrary, 2008). Endospora adalah organism yang dibentuk dalam kondisi yang stress dan kurang nutrisi, yang memiliki kemunginan untuk tetap berlanjut dilingkungan sampai kondisi menjadi baik  (ncbi, 2008).
Sifat bakteri terhadap pewarnaan Gram merupakan sifat penting untuk membantu determinasi suatu bakteri. Beberapa perbedaan sifat yang dapat dijumpai antara bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif yaitu:
Ciri-ciri bakteri gram negatif yaitu:
-  Struktur dinding selnya tipis, sekitar 10 – 15 mm, berlapis tiga atau multilayer.
- Dinding selnya mengandung lemak lebih banyak (11-22%), peptidoglikan     terdapat   didalam
- lapisan kaku, sebelah dalam dengan jumlah sedikit ± 10% dari berat kering, tidak mengandung asam tekoat.
-   Kurang rentan terhadap senyawa penisilin.
-   Pertumbuhannya tidak begitu dihambat oleh zat warna dasar misalnya kristal violet.
-   Komposisi nutrisi yang dibutuhkan relatif sederhana.
-   Tidak resisten terhadap gangguan fisik.
-   Resistensi terhadap alkali (1% KOH) lebih pekat
-   Peka terhadap streptomisin
-   Toksin yang dibentuk Endotoksin
Ciri-ciri bakteri gram positif yaitu:
-    Struktur dinding selnya tebal, sekitar 15-80 nm, berlapis tunggal atau monolayer.
-   Dinding selnya mengandung lipid yang lebih normal (1-4%), peptidoglikan ada yang sebagai lapisan tunggal. Komponen utama merupakan lebih dari 50% berat ringan. Mengandung asam tekoat.
-          Bersifat lebih rentan terhadap penisilin.
-          Pertumbuhan dihambat secara nyata oleh zat-zat warna seperti ungu kristal.
-          Komposisi nutrisi yang dibutuhkan lebih rumit.
-           Lebih resisten terhadap gangguan fisik.
-          Resistensi terhadap alkali (1% KOH) larut
-          Tidak peka terhadap streptomisin
-          Toksin yang dibentuk Eksotoksin Endotoksin
Struktur bakteri terbagi menjadi dua yaitu:
1. Struktur dasar (dimiliki oleh hampir semua jenis bakteri)
Meliputi: dinding sel, membran plasma, sitoplasma, ribosom, DNA, dan granula penyimpanan
2. Struktur tambahan (dimiliki oleh jenis bakteri tertentu)
Meliputi kapsul, flagelum, pilus, fimbria, klorosom, Vakuola gas dan endospora
Pewarnaan gram:
a.Bakteri gram positif
            Bakteri ini mengandung peptidoglikan yang tebal dan banyak asam teikoik yang saling berikatan silang sehingga bakteri ini akan tahan terhadap dekolorisasi oleh alcohol(menyerap warna dasar yaitu kristal violet).Bakteri akan bewarna ungu.
b.Bakteri gram negatif
            Bakteri yang mengandung lapisan peptidoglikan yang tipis.Bakteri membiarkan warna kristal violet tercuci dengan zat dekolorisasi seperti alcohol atau aseton.Bakteri akan bewarna merah/pink.
Pewarnaan gram menggunakan 4 macam zat warna yaitu:
1.Kristal violet
Zat warna primer ini digunakan pada tahap pertama dan akan mewarnai semua sel bakteri menjadi warana ungu.
2.Lugol(larutan mordan)
Reagen ini berguna sebagi mordan,yaitu suatu substansi yang akan meningkatkan afinitas sel bakteri terhadap zat warna dengan cara berikatan dengan zat warna primer sehingga membentuk kompleks yang tidak larut.
3.Alkohol
Reagen ini merupakan reagen dekolorisasi.Kerja reagen ini ditentukan oleh konsentrasi lipid dan ketebalan lapisa peptidoglikan pada dinding sel bakteri.Pada bakteri gram negative,alcohol akan melarutkan lipid pada lapisan luar dinding sel.Dan karena lapisan peptidoglikan dinding sel bakteri gram negative tipis, maka kompleks kristal/gentian violet dengan lugol akan mudah terlepas sehingga sel bakteri gram negative menjadi tidak bewarna kembali.Pada bakteri gram positive,lapisan peptidoglikannya lebih tebal sehingga kompleks zat warna primer + lugolakan sulit terlepas dan sel bakteri akan tetap bewarna ungu.
4.Air fuchsin atau safranin sebagai counterstain
Zat warna ini akan mewarnai sel bakteri yang sudah tidak bewarna akibat proses dekolorisasi tadi menjadi terwarna merah.Karena hanya sel bakteri gram negative yang mengalami dekolorisasi,maka golongan bakteri ini akan mengabsorbsi counterstain ini sedangkan sel bakteri gram positive akan tetap bewarna ungu(sesuai zat primer).
           
METODE PENELITIAN
1.Waktu dan Tempat
Praktikum”PEWARNAAN GRAM”dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas RIAU pada hari selasa 30 Juni 2009 pukul 09.00-14.30 WIB.
2. Cara Kerja
-Pertama-tama mempersiapkan bahan dan alat terlebih dahulu yaitu:
a.Alat              :kaca objek,pena/spidol permanen,jarum ose,mikroskop
b.Bahan           :Biakan bakteri E.Coli dan S.Aureus
                        · Pewarna dasar : kristal violet
· Larutan pengikat warna dasar: Larutan Iodin
· Larutan pencuci warna dasar : Alkohol
· Pewarna pembanding            : Lar. Safranin

-Lalu,bersihkan dua buah kaca objek untuk tempat masing-masing bakteri
-Setelah bersih,keringkan.Apabila sudah kering,beri tanda lingkaran ditengah kedua kaca objek
-Tetesi aquades didalam area lingkaran tersebut
-Lalu ambil masing-masing bakteri dari tempat biakannya dengan menggunakan jarum ose yang telah dipanaskan
-Setelah diambil,oleskan pada aquades yang terdapat pada masing-masin kaca objek
- Lalu teteskan larutan kristal violet pada apusan dan biarkan selama 30-60 detik
-cuci warna dasar dengan air mengalir, keringkan
-teteskan larutan iodin, biarkan selama 30 detik
-cuci larutan iodin dengan air mengalir, keringkan
-rendam atau basuh dengan alkohol selama 30 detik
-teteskan larutan safranin, biarkan selama 30 detik
-cuci dengan air mengalir, lalu keringkan
-amati dengan mikroskop
-gambar bentuk morfologi

HASIL DAN PEMBAHASAN
1.Staphylococcus aureus(400 x)
Staphylococcus aereus pada pewarnaan gram diketahui berwarna ungu sehingga termasuk bakteri gram positif. Staphylacoccus aereus adalah gram positif yang berbentuk kokus atau lingkaran seperti sterik dengan diameter sel mencapai 1 ยตm, dan koloninya seperti buah anggur.
Klasifikasi Staphylococcus (Rosenbach. 1884):
Kingdom : Bacteria
Phylum : Firmicutes
Class : Cocci
Order : Bacillales
Family : Staphylococcaceae
Genus : Staphylococcus

2.Escherichia coli (1000 x)
Berdasarkan hasil pengamatan bakteri Eschericia coli. Berbentuk basil (batang) yang pendek. Bakteri tersebut pada saat diwarnai menunjukkan warna merah. Koloninya tersusun seperti rantai memanjang.Menurut Kenneath tahun (2008), Escherichia coli termasuk dalam famili Enterobacteraceae yang termasuk gram negatif dan berbentuk batang yang fermentatif. E. coli hidup dalam jumlah besar di dalam usus manusia, yaitu membantu sistem pencernaan manusia dan melindunginya dari bakteri patogen.
Klasifikasi E. Coli (Migula. 1895):
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Gamma Proteobacteria
Order : Enterobacteriales
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Escherichia
Species : E. coli

Nata De Coco

Nata de Coco merupakan makanan pencuci mulut (desert). Nata de Coco adalah makanan yang banyak mengandung serat, mengandung selulosa kadar tinggi yang bermanfaat bagi kesehatan dalam membantu pencernaan.

Kadungan kalori yang rendah pada Nata de Coco merupakan pertimbangan yang tepat produk Nata de Coco sebagai makan diet. Dari segi penampilannya makanan ini memiliki nilai estetika yang tinggi, penampilan warna putih agak bening, tekstur kenyal, aroma segar. Dengan penampilan tersebut maka nata sebagai makanan desert memiliki daya tarik yang tinggi. Dari segi ekonomi produksi nata de coco menjanjikan nilai tambah. Pembuatan nata yang diperkaya dengan vitamin dan mineral akan mempertinggi nilai gizi dari produk ini.

Nata de Coco dibentuk oleh spesies bakteri asam asetat pada permukaan cairan yang mengandung gula, sari buah, atau ekstrak tanaman lain. Beberapa spesies yang termasuk bakteri asam asetat dapat membentuk selulosa, namun selama ini yang paling banyak dipelajari adalah Acetobacter xylinum. Bakteri Acetobacter xylinum termasuk genus Acetobacter. Bakteri Acetobacter xylinum bersifat Gram negatip, aerob, berbentuk batang pendek atau kokus.

Pemanfaatan limbah pengolahan kelapa berupa air kelapa merupakan cara mengoptimalkan pemanfaatan buah kelapa. Limbah air kelapa cukup baik digunakan untuk substrat pembuatan Nata de Coco. Dalam air kelapa terdapat berbagai nutrisi yang bisa dimanfaatkan bakteri penghasil Nata de Coco. Nutrisi yang terkandung dalam air kelapa antara lain : gula sukrosa 1,28%, sumber mineral yang beragam antara lain Mg2+ 3,54 gr/l, serta adanya faktor pendukung pertumbuhan (growth promoting factor) merupakan senyawa yang mampu meningkatkan pertumbuhan bakteri penghasil nata (Acetobacter xylinum).

Adanya gula sukrosa dalam air kelapa akan dimanfaatkan oleh Acetobacter xylinum sebagai sumber energi, maupun sumber karbon untuk membentuk senyawa metabolit diantaranya adalah selulosa yang membentuk Nata de Coco. Senyawa peningkat pertumbuhan mikroba (growth promoting factor) akan meningkatkan pertumbuhan mikroba, sedangkan adanya mineral dalam substrat akan membantu meningkatkan aktifitas enzim kinase dalam metabolisme di dalam sel Acetobacter xylinum untuk menghasilkan selulosa.

Dengan perrtimbangan diatas maka pemanfaatan limbah air kelapa merupakan upaya pemanfaatan limbah menjadi produk yang memiliki nilai tambah. Fermentasi Nata de Coco dilakukan melalui tahap-tahap berikut:

Persiapan bahan dan alat :
  • Pemeliharaan biakan murni Acetobacter xylinum
  • Pembuatan starter
  • Fermentasi
  • Pemanenan
  • Pengolahan
  • Pengemasan


Proses Pembuatan

Peralatan yang diperlukan:
1. Kompor
2. Panci untuk merebus media / air kelapa
3. Gelas ukur besar 1liter dan 250 mililiter
4. Pengaduk
5. Pisau pengiris nata
6. Plastik kemasan 1/2 kg
7. Saringan air kelapa/ ayakan tepung
8. Nampan/ wadah untuk fermentasi
9. Kain putih/mori untuk penutup 3 m
10. Tali pengikat/karet
11. Ember/baskom perendam/pencuci
12. Timbangan kue
13. Sealing cup ukuran aqua gelas


Bahan yang diperlukan:
1. Air kelapa 25 liter
2. Gula pasir 2,5 kg
3. Asam cuka (asam asetat 25%)/asam cuka dapur 400 mili liter
4. Urea 25 g
5. Sirup rasa dan warna disesuaikan kesukaan masyarakat
6. Kap gelas (ukuran aqua gelas)
7. llumunium foil satu gulung
8. Sendok plastik


Pemeliharaan Kultur Murni Acetobacter xylinum

Biakan atau kultur murni Acetobacter xylinum diperoleh di laboratorium Mikrobiologi Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian, Bogor. Kultur tersebut tumbuh pada media Hassid Barker. Koleksi kultur dapat dalam bentuk kering beku dalam ampul, maupun dalam bentuk goresan dalam agar miring (slant agar). Koleksi kultur dalam bentuk kering beku dalam ampul dapat bertahan hidup bertahun-tahun tanpa peremajaan. Sedangkan koleksi kultur dalam agar miring perlu peremajaan setiap 2-3 bulan. Kebanyakan koleksi kultur pemeliharaannya dengan cara peremajaan dilakukan pada media agar miring.

Pemeliharaan koleksi kultur yang dimiliki dapat dilakukan dengan cara: pembuatan media Hassid Barker Agar (HBA) dalam tabung reaksi dan peremajaan kultur setiap 2-3 bulan. Komposisi media HBA adalah sebagai berikut: sukrosa 10%, (NH4)2SO4 0,6 g/L, K2HPO4 5,0 g/L, ekstrak khamir 2,5 g/L 2 % asam asetat glasial, agar difco 15 g/L . Media HBA dimasukkan kedalam tabung reaksi dan disterilkan dalam autoclave 121 oC, 2 atm, selama 15 menit. Media dalam tabung reaksi masih panas diletakkan mring hingga membeku untuk menghasilkan media agar miring. Peremajaan dapat dilakukan dengan cara menggoreskan 1 ose kultur kedalam media agar miring yang telah dipersiapkan. Kutur baru diinkubasi pada suhu kamar, selama 2-3 hari. Kultur akan tumbuh pada media HBA miring dengan bentuk sesuai alur goresan. Kultur yang terlah diremajakan siap untuk kultur kerja, dan sebagian disimpan untuk kultur simpan atau kultur stok (Stock Culture).


Persiapan Substrat

Sustrat adalah media pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum, bentuk cair yang didalamnya mengandung nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum, untuk menghasilkan Nata de Coco.

Cara penyiapan substrat untuk pembuatan Nata de Coco dengan bahan baku air kelapa รกdalah sebagai berikut; air kelapa yang diperoleh dari pasar disaring dengan menggunakan kain saring bersih. Ke dalam air kelapa ditambahkan sukrosa (gula pasir) sebanyak 10% (b/v). Gula ditambahkan sambil dipanaskan, diaduk hingga homogen. Urea (sebanyak 5 gram urea untuk setiap 1 liter air kelapa bergula yang disiapkan) ditambahkan dan diaduk sambil didihkan. Substrat ini didinginkan, kemudian ditambah asam acetat glacial (asam cuka ) sebanyak 2% atau asam cuka dapur 25% (16 ml asam asetat untuk setiap 1 liter air kelapa). Substrat disterilkan dengan cara dimasukkan dalam outoclave pada suhu 121 oC, tekanan 2 atm, selama 15 menit (atau didihkan selama 15 menit).


Penyiapan Starter

Starter adalah bibit Acetobacter xylinum yang telah ditumbuhkan dalam substrat pertumbuhan kultur tersebut sehingga populasi bakteri Acetobacter xylinum mencapai karapatan optimal untuk proses pembuatan nata, yaitu 1 x 109 sel/ml. Biasanya kerapatan ini akan dicapai pada pertumbuhan kultur tersebut dalam susbtrat selama 48 jam (2 hari).

Penyiapan starter adalah sebagai berikut: substrat disterilkan dengan outoclave atau dengan cara didihkan selama 15 menit. Setelah dingin kira-kira susu 40 oC, sebanyak 300 ml dimasukkan ke dalam botol steril volume 500 ml. Substrat dalam botol steril diinokulasi (ditanami bibit bakteri Acetobacter xylinum) sebanyak 2 ose (kira-kira 2 pentol korek api), bibit Acetobacter xylinum. Substrat digojog, sebaiknya menggunakan shaker dengan kecepatan 140 rpm ( secara manual digojog setiap 2-4 jam ). Starter ditumbuhkan selama 2 hari, pada suhu kamar.


Fermentasi

Fermentasi adalah suatu proses pengubahan senyawa yang terkandung di dalam substrat oleh mikroba (kulture) misalkan senyawa gula menjadi bentuk lain (misalkan selulosa / Nata de Coco), baik merupakan proses pemecahan maupun proses pembentukan dalam situasi aerob maupun anaerob. Jadi proses fermentasi bisa terjadi proses katabolisme maupun proses anabolisme.

Fermentasi substrat air kelapa yang telah dipersiapkan sebelumnya prosesnya sebagai berikut; substrat air kelapa disterilkan dengan menggunakan outoclave atau dengan cara didihkan selama 15 menit. Substrat didinginkan hingga suhu 40oC. Substrat dimasukkan pada nampan atau baskom steril dengan permukaan yang lebar, dengan kedalaman substrat kira-kira 5 cm. Substrat diinokulasi dengan menggunakan starter atau bibit sebanyak 10 % (v/v). Substrat kemudian diaduk rata, ditutup dengan menggunakan kain kasa. Nampan diinkubasi atau diperam dengan cara diletakan pada tempat yang bersih, terhindar dari debu, ditutup dengan menggunakan kain bersih untuk menghindari terjadinya kontaminasi. Inkubasi dilakukan selama 10 – 15 hari, pada suhu kamar. Pada tahap fermentasi ini tidak boleh digojok. Pada umur 10-15 hari nata dapat dipanen.


Proses Pengolahan Nata de Coco

Nata de Coco yang dipanen pada umur 10-15 hari, dalam bentuk lembaran dengan ketebalan 1 - 1,5 cm. Nata de Coco dicuci dengan menggunakan air bersih, diiris dalam betuk kubus, dicuci dengan menggunakan air bersih. Nata de Coco direndam dalam air bersih selama 2-3 hari. Agar rasa asam Nata de Coco hilang perlu direbus hingga selama 10 menit. Hingga tahap ini telah dihasilkan Nata de Coco rasa tawar.

Untuk menghasilkan Nata de Coco siap konsumsi yang memiliki rasa manis dengan flavour tertentu perlu dilakukan proses lanjut. Nata de Coco direbus dalam air bergula. Penyiapan air bergula dengan cara menambahkan gula pasir sebanyak 500 gr ke dalam 5 liter air ditambahkan vanili atau flavour agent lain untuk menghasilkan valour yang diinginkan. Potongan Nata de Coco bentuk dadu dumasukkan kedalam air bergula selanjutnya direbus hingga mendidih selama 15 menit. Nata de Coco didingankan dan siap untuk dikonsumsi.


Pengemasan

Kemasan merupakan aspek penting dalam rangka menghasilkan produk Nata de Coco untuk keperluan komersial. Dengan demikian proses pengemasan perlu dilakukan secara teliti dan detai prosesnya sehingga menghasilkan nilai tambah yang optimal dari manfaat dan tujuan pengemamasan tersebut.

Kemasan terhadap produk Nata de Coco memiliki tujuan seabagai berikut:
a. Mengawetkan produk agar bertahan lama tidah rusak.
b. Memberikan sentuhan nilai estetika terhadap produk sehingga memiliki daya tarik yang lebih tinggi.
c. Meningkatkan nilai tambah secara ekonomi terhadap produk.
d. Memudahkan proses penyimpanan dan distribusi produk.

Pengemasan dapat dilakukan dengan kemasan yang sederhana dengan menggunakan kantung plastik kemasan dengan usuran bervariasi ½ kg, 1 kg dan seterusnya sesuai dengan keperluan pasar bila pengemasan bertujuan untuk komersial. Kemasan dapat pula dilakukan dengan menggunakan kemasan cup plastik, ukuran aqua cup atau yang lebih besar. Ragam bentuk dan ukuran sangat ditentukan oleh kebutuhan pasar.

Untuk menghasilkan kemasan yang baik dengan mempertimbangkan keawetan produk yang dihasilakan perlu diperhatikan hal-hal sabagai berikut:
a. Kemasan harus bersih atau steril.
b. Isi kemasan diusahakan penuh agar tidak ada udara tersisa dalam kemasan sehingga mikroba kontaminan tidak tumbuh.

Proses pengemasan produk Nata de Coco dapat dilakukan sebagai berikut; Nata de Coco yang telah direbus dengan penambahan gula dan flavouring agent tertentu didinginkan hingga suhu 40 oC (suma-suam kuku). Produk tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam kemasan plastik atau cup secara aseptik untuk menghindari contaminan. Pengisian produk kedalam kemasan harus penuh agar tidak tersisa udara dalam kemasan sehingga mikroba kontaminan tidak bisa tumbuh. Kemasan selanjutnya ditutup dengan menggunakan sealer. Setelah pengemasan selesai produk dimasukkan dalam air dingin hingga produk menjadi dingan dan segera ditiriskan. Selanjutnya produk yang telah dikemas dan didistribusikan atau disimpan dalam penyimpan berpendingin agar tetap segar dan lebih awet.

Berikut ini beberapa contoh produk fermentasi air kelapa :


1.    Nata de coco
Bahan yang dibutuhkan untuk membuat nata de coco adalah air kelapa, gula pasir, pupuk urea, asam cuka glacial dan bibit bakteri Acetobacter xylinum yang bisa Anda dapatkan di laboratorium pertanian. Fermentasi air kelapa yang melibatkan bakteri Acetobacter xylinum menghasilkan produk nata de coco. Bakteri ini dapat kita temukan pada sayuran dan buah-buahan yang telah mengalami pembusukan dan pada tanaman bergula yang mengalami proses fermentasi. Bakteri ini akan mengubah gula yang terkandung dalam media tumbuhnya menjadi selulosa. Selulosa berbentuk benang-benang yang kemudian berlendir dan membuat jalinan kokoh yang tebal. Barulah kemudian lapisan nata terbentuk.

2.    Fermentasi air kelapa menjadi asam cuka (vinegar)
Air kelapa berubah menjadi asam akibat aktifitas bakteri Acetobacter pada air kelapa yang mengandung alkohol. Alkohol tersebut mengalami penggabungan dengan oksigen dan berubah menjadi acctaldehid. Pada akhirnya acctaldehid pun akan mengalami oksidasi menjadi asam asetat (asam cuka). Rasa asam pada air kelapa disebabkan oleh asam cuka yang menurunkan PH air kelapa. Lama fermentasi itu sendiri tergantung pada kadar keasaman cuka air kelapa yang dihasilkan saat proses. Tingkat keasaman cuka yang dihasilkan air kelapa muda dan air kelapa tua sangat berbeda.

3.    Anggur dari air kelapa.
Fermentasi air kelapa dapat menghasilkan anggur/alkohol dengan bantuan mikroorganisme Saccharomyces cerevisiae dan Saccharomyces ellipsoides serta ragi roti. Mikroorganisme Saccharomyces mampu mengubah glukosa (gula) menjadi alkohol dan karbondioksida (CO2). Anggur/alkohol yang dihasilkan oleh Saccharomyces memiliki kadar alkohol yang tinggi jika dibandingkan dengan alkohol yang dihasilkan oleh ragi roti. Namun alkohol/amggur yang dihasilkan ragi roti memiliki bau dan rasa yang lebih enak ketimbang alkohol yang dihasilkan mikroorganisme Saccharomyces.

Kadar Fe dalam Air

Air merupakan suatu senyawa kimia yang paling dikenal dan banyak terdapat di bumi. Suatu molekul air terdiri atas dua atom hidrogen dan satu atom oksigen. Air merupakan senyawa yang sangat penting bagi kehidupan. Sifat yang sangat penting bagi kehidupan antara lain kemampuannya melarutkan berbagai vitamin, mineral, dan zat lain yang diperlukan oleh makhluk hidup (Hartono, 1990).
Air juga merupakan komponen penting dalam bahan makanan, semua bahan makanan mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda, baik itu bahan makanan hewani maupun nabati. Air berperan sebagai pembawa zat-zat makanan dan sisa-sisa metabolisme, sebagai media reaksi yang menstabilkan pembentukan bipolimer, dan sebagainya (Winarno,1997).
Bila badan manusia hidup dianalisis komposisi kimianya, maka akan diketahui bahwa kandungan airnya rata-rata 65% atau sekitar 47 liter per orang dewasa. Setiap hari sekitar 2,5 liter harus diganti dengan air yang baru. Diperkirakan dari sejumlah air yang harus diganti tersebut 1,5 liter berasal dari air minum dan sekitar 1,0 liter berasal dari bahan makanan yang dikonsumsi (Winarno, 1997).



2.1.1        Sumber Air
Pada prinsipnya jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti suatu aliran yang dinamakan siklus hidrologi. Dari siklus hidrologi dapat dilihat adanya berbagai sumber air tawar yang dapat digunakan sebagai sumber air minum (Sutrisno & Kusnoputranto, 2002). Sumber air tawar tersebut adalah:
a.       Air Hujan
Air hujan merupakan hasil penyubliman awan atau uap menjadi air murni yang ketika turun dan melalui udara akan melarutkan benda yang terdapat di udara, dalam keadaan murni sangat bersih. Diantara beberapa benda yang terlarut dari udara tersebut adalah gas (O2, CO2, H2 dan lain-lain), jasad renik dan debu. Setelah mencapai permukaan bumi air hujan bukan merupakan air murni lagi, maka hujan sebagai air minum hendaknya pada waktu menampung air hujan jangan  dimulai  saat  hujan  turun, karena  masih  mengandung  banyak  kotoran (Pitojo & Purwantoyo, 2002).
b.      Air Permukaan
Air permukaan adalah sumber air yang berasal dari permukaan tanah, baik keberadaannya tersebut bersifat sementara dan mengalir ataupun stabil, dalam hal ini permukaan air tanah adalah sejajar dengan sumber air permukaan tersebut. Pada umumnya sumber air permukaan baik yang berasal dari sungai, danau, ataupun waduk adalah merupakan air yang kurang baik untuk langsung dikonsumsi oleh manusia, karena itu perlu adanya pengolahan terlebih dahulu sebelum dimanfaatkan (Sugiharto, 1985).

c.       Air Tanah (Kusnoputranto & Susanna, 2002)
Air tanah dibedakan atas dua macam, air lapisan (Layer Water) dan air celah (Fissure Water). Air lapisan adalah air yang terdapat di dalam ruang antar butiran tanah. Adapun air celah ialah air yang terdapat di dalam retakan batuan dalam tanah.
Berdasarkan sifat dapat ditembus atau tidaknya oleh air, lapisan tanah dibedakan menjadi lapisan pemeabel dan lapisan impermeable. Lapisan permeable adalah beberapa lapisan tanah yang mudah dilalui air, misalnya lapisan pasir dan lapisan kerikil. Lapisan impermeable  adalah lapisan yang sulit ditembus
Oleh air.
2.1.2 Air Minum
Air minum adalah air yang telah melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan langsung dapat diminum. Jenis air minum meliputi :
a. Air minum yang didistribusikan malalui pipa untuk keperluan rumah tangga.
b. Air yang didistribusikan melalui tangki air.
c. Air kemasan.
d. Air yang digunakan untuk produksi bahan makanan dan minuman yang disajikan kepada masyarakat (Depkes RI, 2002).


2.1.3 Syarat Air Minum
Pada umumnya air minum telah memenuhi syarat apabila telah memenuhi syarat utama yaitu :
·         Syarat Fisik
Air yang digunakan untuk air minum sebaiknya air yang jernih, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau, dengan suhu hendaknya dibawah suhu udara (250C)
·         Syarat Kimia
Air minum tidak boleh mengandung racun, zat mineral atau zat kimia tertentu dalam jumlah melampaui batas yang telah ditentukan.
·         Syarat Biologis
Air minum tidak boleh mengandung bakteri-bakteri penyakit (patogen) sama sekali  dan  tidak  boleh  mengandung  bakteri   golongan  coliform  melebihi
batas-batas  yang  telah  ditentukan  yaitu  0/100 ml  air (Depkes RI,2002).
2.1.4 Pemurnian Air Minum
Ada beberapa metoda pemurnian air minum dalam usaha membunuh mikroba dan membuang logam berat yang berada didalam air, khususnya yang berkaitan dengan penyebab penyakit.
a.Sterilisasi Ozon
Pemurnian air dengan menggunakan senyawa ozon dapat membunuh mikroba didalam air, dapat menghilangkan bau dan rasa yang umumnya disebabkan oleh komponen organik dan anorganik yang terdapat dalam air dan tidak menimbulkan bau ataupun rasa yang umumnya terjadi dengan penggunaan bahan kimia. Ozon juga bersifat bakterisida, virusida, algisida, fungisida serta mengubah senyawa organik komplek menjadi senyawa yang lebih sederhana (Sutrisno & Kusnoputranto, 2002).
b.Reverse Osmosis
Pemurnian air dengan penyaringan berbagai molekul besar dan ion-ion dari suatu larutan dengan cara memberi tekanan pada larutan ketika larutan itu berada disalah satu sisi membran seleksi (lapisan penyaring). Proses tersebut menjadikan zat terlarut terendap dilapisan yang dialiri tekanan sehingga zat pelarut murni (air) bisa mengalir kelapisan berikutnya. Membran seleksi itu harus bersifat selektif atau bisa memilah yang artinya bisa dilewati pelarutnya tapi tidak bisa dilewati zat terlarut seperti molekul berukuran besar dan ion-ion (Wales, 2011).
c.Sterilisasi dengan Sinar Ultra Violet
Penyinaran Ultra Violet (UV) lebih efektif membunuh mikroorganisme patogen. Cahaya ultraviolet adalah cahaya yang tidak dapat dilihat oleh mata dan merupakan radiasi elektromagnetik yang berada pada kisaran panjang gelombang 1 – 400 nm, namun cahaya UV yang paling efektif menginaktifasi mikroorganisme dalam air adalah dengan panjang gelombang 254 nm. Bila mikroorganisme disinari oleh sinar ultra violet, maka ADN (Asam Deoksiribonukleat) dari mikroorganisme tersebut akan menyerap energi sinar UV, sehingga energi itu melumpuhkan kemampuan reproduksi mikroorganisme tersebut (Nana, 2011).


d.Penyaringan bertahap terdiri dari:
Saringan berasal dari pasir atau saringan lain yang efektif dengan fungsi yang sama. Fungsi saringan pasir adalah menyaring partikel-partikel yang kasar. Saringan karbon aktif yang berasal dari batu bara atau batok kelapa yang berfungsi  sebagai penyerap bau, rasa, warna, sisa khlor dan bahan organik. Saringan /filter lainnya  yang  berfungsi  sebagai  saringan  halus berukuran maksimal 10 mikron (Amrih, 2005).
2.2 Mineral
Mineral adalah senyawa alami yang terbentuk melalui proses geologis. Istilah mineral termasuk tidak hanya bahan komposisi kimia, tetapi juga struktur mineral. Mineral termasuk dalam komposisi unsur murni dan garam sederhana sampai silikat yang sangat kompleks dengan ribuan bentuk yang diketahui (San, 2009).
Sampai sekarang telah diketahui ada empat belas unsur mineral yang berbeda jenisnya diperlukan manusia agar memiliki kesehatan dan pertumbuhan yang baik, yang telah pasti adalah natrium, klor, kalsium, fosfor, magnesium dan belerang. Unsur-unsur ini terdapat dalam tubuh dalam jumlah yang cukup besar dan karenanya disebut mineral makro. Sedangkan unsur mineral lain seperti besi, iodium, mangan, tembaga, zink, kobalt, dan flour hanya terdapat dalam tubuh dalam jumlah yang kecil saja, karena itu disebut mineral mikro (Winarno, 1997).
Dalam kehidupan semua umat manusia membutuhkan mineral yang mana mineral  tersebut  harus  sesuai dengan kebutuhan tubuh manusia / makhluk hidup. Akan tetapi kita harus meneliti lebih detail lagi mineral macam apakah yang diperlukan oleh tubuh manusia. Mineral organik adalah mineral yang amat dibutuhkan tubuh serta berguna bagi tubuh kita, mineral ini dapat kita peroleh dari sumber yang hidup atau mempunyai kehidupan, mengandung karbon dan dapat membawa kehidupan bagi sel-sel di dalam tubuh. Mineral organik umumnya berasal dari susu dan tumbuh-tumbuhan, seperti sayuran, kacang-kacangan dan buah-buahan (Tjan, 2010)
Air yang bersumber dari dalam tanah mengandung mineral organik dan anorganik. Mineral anorganik yang terkandung dalam air minum antara lain mengandung unsur seperti kalsium karbonat (CaCO3), besi (Fe), mangan (Mn), seng (Zn), timbal (Pb), alumunium (Al), merkuri (Hg), atau bahan-bahan kimia hasil dari resapan tanah dan lain sebagainya. Seperti kita ketahui bahwa setiap unsur tersebut mempunyai berat jenis dan bahan kimiawi yang bilamana terkonsumsi akan dapat menumpuk pada tubuh manusia, sehingga lama-kelamaan akan dapat merusak tubuh kita terutama pada pada bagian ginjal dan hati, dimana
kedua organ tersebut berfungsi sebagai filter bagi tubuh (Tjan, 2010).
2.2.1 Besi (Fe) (Yuliana, 2009)
Besi adalah salah satu elemen yang dapat ditemui hampir pada setiap tempat di bumi, pada semua lapisan geologis dan semua badan air. Pada umumnya besi yang ada di dalam air dapat bersifat terlarut sebagai Fe2+ atau Fe3+. Besi terlarut dalam air dapat berbentuk kation ferro (Fe2+) atau kation ferri (Fe3+). Hal ini tergantung kondisi pH dan oksigen terlarut dalam air. Besi terlarut dapat berbentuk senyawa tersuspensi, sebagai butir koloidal seperti Fe(OH)3, FeO. Fe2O3 dan lain-lain. Kosentrasi besi terlarut yang masih diperbolehkan dalam air bersih adalah sampai 0,3 mg/L.
Senyawa besi dalam jumlah kecil di dalam tubuh manusia berfungsi sebagai pembentuk sel-sel darah merah, dimana tubuh memerlukan 7-35 mg/hari yang sebagian diperoleh dari air. Besi dibutuhkan untuk produksi hemoglobin (Hb), sehingga defisiensi Fe akan menyebabkan terbentuknya sel darah merah yang lebih kecil dengan kandungan Hb yang rendah dan menimbulkan anemia. Zat Fe yang melebihi dosis yang diperlukan oleh tubuh dapat menimbulkan masalah kesehatan, hal ini dikarenakan tubuh manusia tidak dapat mengekskresi Fe, sehingga bagi mereka yang sering mendapat transfusi darah kulitnya menjadi hitam karena akumulasi Fe. Air minum yang mengandung besi cenderung menimbulkan rasa mual apabila dikonsumsi. Selain  itu  dalam  dosis  besar  dapat
merusak dinding usus.
2.2.2 Seng (Zn) (Gunawan, 2009)
Seng merupakan kofaktor lebih dari 100 enzim dan penting untuk metabolisme asam nukleat dan sintesis protein. Mineral ini diperlukan untuk pertumbuhan, fungsi dan maturasi alat kelamin, nafsu makan dan penyembuhan luka. Dalam tubuh manusia terkandung 2 gram zink, terutama terdapat pada rambut, tulang, mata, dan kelenjar alat kelamin pria.
Defisiensi Zn dapat terjadi akibat asupan yang tidak cukup misalnya pada orang tua, alkoholisme dengan sirosis dan gizi buruk. Disfungsi kelamin dan impoten yang terjadi pada pasien penyakit ginjal kadang-kadang sebagian dapat diatasi dengan pemberian Zn. Zn mempunyai batas keamanan yang relatif lebar. Dengan dosis 1 mg/kg/hari untuk mengobati defisiensi hampir tidak menimbulkan efek samping, meskipun dosis berlebihan jangka lama tidak dianjurkan. Asupan Zn yang berlebih menyebabkan defisiensi Cu besi, karena dapat mempengaruhi absorpsi  dan  penggunaannya   serta   dapat   menyebabkan   mual,  muntah,  sakit
kepala, menggigil, demam, dan nyeri abdomen.
2.2.3 Mangan (Mn)
Mineral ini terdapat pada mitokondria sel terutama pada kelenjar hipofisis, hati, pancreas, ginjal dan tulang. Mangan mempengaruhi sintesis polisakarida, menstimulasi sintesis kolesterol hati dan asam lemak, dan merupakan kofaktor banyak enzim seperti arginase dan alkali fosfatase di hati. Apabila kadar Mn melebihi batas yang ditetapkan pada air minum akan menimbulkan rasa aneh pada minuman    dan    dapat   menyebabkan   kerusakan    pada   hati  (Gunawan,
2009; Sugiharto, 1985).
2.3 Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)   
Teknik analisa dari spektrofotometer serapan atom (SSA) pertama kali diperkenalkan oleh Welsh (Australia ) pada tahun 1955. Metode ini berkembang dengan pesat dan merupakan metode yang populer untuk analisa logam karena disamping relatif sederhana metode ini juga selektif dan sangat sensitif. Spektrofotometer serapan atom telah digunakan untuk penetapan sebanyak lebih kurang 70 unsur. Penggunaannya meliputi sampel biologi dan klinik, forensik material, makanan dan minuman, air termasuk  air buangan, tanah, tanaman, pupuk, besi, baja, logam campur, mineral, hasil-hasil minyak bumi, farmasi dan kosmetik (Harmita, 2006).
Metode SSA berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut  pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Dengan absorpsi energi, berarti memperoleh lebih banyak energi, suatu atom    pada   keadaan   dasar    dinaikkan  tingkat   energinya   ke tingkat  
eksitasi (Khopkar, 1990).
2.3.1 Mekanisme   Kerja   Spektrofotometri   Serapan   Atom   (Salvin,  1986; 
Sastrohamidjodjo, 1991)
            Lampu katoda berongga terdiri dari katoda dan anoda yang ditempatkan pada ruangan yang berisikan gas inert (neon atau argon), katoda ini dilapisi dengan logam yang akan dianalisis. Diantara katoda dan anoda diberikan tegangan tinggi yang menyebabkan katoda memancarkan berkas elektron menuju anoda dengan kecepatan dan energi yang tinggi. Dalam perjalanan ke anoda elektron bertabrakan dengan atom-atom gas mulia, akibatnya atom gas mulia kehilangan elektron dan berubah menjadi ion-ion positif yang bergerak ke katoda dengan kecepatan dan energi yang tinggi, sehingga atom unsur ini mengalami eksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi. Karena tidak stabil maka ia kembali ke tingkat energi dasar, dengan memancarkan sinar monokromatis yang khas tergantung jenis logamnya.
            Larutan untuk sampel ditarik dengan pipa kapiler masuk ke ruang pengabut. Dalam ruangan ini larutan sampel dikabutkan membentuk suspensi partikel halus yang dibawa aliran gas masuk ke dalam nyala yang timbul dari campuran gas bahan bakar dengan gas pembakaran. Dalam nyala ini terjadi proses penguapan pelarut sehingga yang tertinggal hanya zat terlarut (berupa garam). Partikel  ini  lalu  menguap  dan  akan  terdisosiasi  membentuk  uap  atom  netral.
            Kabut halus atom netral dari unsur yang akan dianalisis diradiasi dengan sumber radiasi yang memancarkan spektrum garis yang dihasilkan oleh lampu katoda. Sebagian dari intensitas radiasi tersebut diserap oleh atom-atom unsur yang elektronnya berada pada keadaan dasar sehingga tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi. Radiasi yang tidak diserap atau diteruskan diukur dengan detektor melalui monokromotor. Detektor mengubah energi sinar menjadi energi listrik. Energi listrik yang dihasilkan relatif kecil maka diperkuat dengan amplifier kemudian diteruskan ke prosesor dan alat pencatat. Berikut komponen-komponen yang menyusun spektrofotometer serapan atom:

2.3.2 Kelebihan dan Kekurangan Spektrofotometri Serapan Atom
            Spektrofotometri serapan atom merupakan metoda untuk menetukan kadar logam dalam cuplikan yang sangat komplek, dengan konsentrasi sangat kecil, pengerjaannya cepat dengan sensitifitas tinggi, selektif dan sangat spesifik untuk unsur yang akan ditentukan, karena gangguannya lebih sedikit bila dibandingkan dengan cara spektrofotometri biasa (Day & Underwood, 1996).
            Metoda spektrofotometri serapan atom memiliki beberapa kekurangan diantaranya  ada beberapa unsur yang tidak menghasilkan uap atom pada keadaan dasar saat mencapai nyala seperti tidak terdisosiasi. Beberapa nyala lebih tepat untuk beberapa unsur tertentu, maka dengan bertambahnya analit yang akan ditentukan, juga akan dilakukan penukaran terhadap sumber sinar gas pembakaran dan  diperlukan  lampu  katoda  yang mahal untuk setiap unsur (Sastrohamidjodjo,
1991).

 

© Copyright GENIUS SIREGAR (Alumni PTKI Medan'10) 2010 -2011 | Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.